Selasa, 05 Januari 2010

Minimnya Tingkat Kualitas SDM Indonesia

a. Tingkat pendapatan rendah

Berkat hasil-hasil pembangunan pendapatan perkapita penduduk Indonesia mengalami kenaikan. Tahun 1981 pendapatan perkapita sebesar 530 dollar AS, tahun 1990 sebesar 540 dollar AS, tahun 1996 sebesar 1.041 dollar AS dan tahun 1999 menjadi 1.110 dollar AS.
Walaupun mengalami kenaikan ternyata pendatapan perkapita penduduk Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain.
Perhatikan tabel berikut ini!
Tabel 9. Pendapatan Perkapita beberapa Negara Tahun 1990 - 1999.

Dengan pendapatan perkapita yang masih rendah berakibat penduduk tidak mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, sehingga sulit mencapai manusia yang sejahtera.
Pendapatan per kapita rendah juga berakibat kemampuan membeli (daya beli) masyarakat rendah, sehingga hasil-hasil industri harus disesuaikan jenis dan harganya. Bila industri terlalu mahal tidak akan terbeli oleh masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan industri sulit berkembang dan mutu hasil industri sulit ditingkatkan.
Penduduk yang mempunyai pendapatan perkapita rendah juga mengakibatkan kemampuan menabung menjadi rendah.
Bila kemampuan menabung rendah, pembentukan modal menjadi lambat, sehingga jalannya pembangunan menjadi tidak lancar.
Untuk itu perlu dicari pinjaman modal dari negara lain untuk membiayai pembangunan.
Masih rendahnya pendapatan perkapita penduduk Indonesia, terutama disebabkan oleh:
• Pendapatan/penghasilan negara masih rendah, walaupun Indonesia kaya sumber daya alam tetapi belum mampu diolah semua untuk peningkatan kesejahteraan penduduk.
• Jumlah penduduk yang besar dan pertambahan yang cukup tinggi setiap tahunnya.
• Tingkat teknologi penduduk masih rendah sehingga belum mampu mengolah semua sumber daya alam yang tersedia.
Oleh karena itu upaya menaikan pendapatan perkapita, pemerintah melakukan usaha:
1. Meningkatkan pengolahan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.
2. Meningkatkan kemampuan bidang teknologi agar mampu mengolah sendiri sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia.
3. Memperkecil pertambahan penduduk diantaranya dengan penggalakan program KB dan peningkatan pendidikan.
4. Memperbanyak hasil produksi baik produksi pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan maupun fasilitas jasa (pelayanan)
5. Memperluas lapangan kerja agar jumlah pengangguran tiap tahun selalu berkurang.
b. Tingkat Pendidikan Rendah

Walaupun bangsa Indonesia telah berusaha keras untuk meningkatkan tingkat pendidikan namun karena banyaknya hambatan yang dialami maka hingga saat ini tingkat pendidikan bangsa Indonesia masih tergolong rendah.
Sebagian besar penduduk hanya mampu menamatkan SD. Untuk mengetahui perbandingan persentase pendidikan penduduk Indonesia, perhatikan tabel berikut ini!
Tabel 10. Prosentase penduduk yang menamatkan sekolah.

Beberapa faktor penyebab rendahnya tingkat pendidikan penduduk Indonesia adalah:
1. Pendapatan perkapita penduduk rendah, sehingga orang tua/penduduk tidak mampu sekolah atau berhenti sekolah sebelum tamat.
2. Ketidakseimbangan antara jumlah murid dengan sarana pendidikan yang ada seperti jumlah kelas, guru dan buku-buku pelajaran. Ini berakibat tidak semua anak usia sekolah tertampung belajar di sekolah.
3. Masih rendahnya kesadaran penduduk terhadap pentingnya pendidikan, sehingga banyak orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya.

Berbagai upaya telah ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi masalah pendidikan. Usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia yaitu:
• Menambah jumlah sekolah dari tingkat SD sampai dengan perguruan tinggi.
• Menambah jumlah guru (tenaga kependidikan) di semua jenjang pendidikan.
• Pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang telah dimulai tahun ajaran 1994/1995.
• Pemberian bea siswa kepada pelajar dari keluarga tidak mampu tetapi berprestasi di sekolahnya.
• Membangun perpustakaan dan laboratorium di sekolah-sekolah.
• Menambah sarana pendidikan seperti alat ketrampilan dan olah raga.
• Meningkatkan pengetahuan para pendidik (guru/dosen) dengan penataran dan pelatihan.
• Penyempurnaan kurikulum sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
• Menggalakkan partisipasi pihak swasta untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan ketrampilan.
Perlu Anda ketahui bahwa tanggung jawab terhadap keberhasilan peningkatan pendidikan penduduk terletak di 3 komponen yaitu orang tua, masyarakat, dan pemerintah.


c. Tingkat Kesehatan Rendah

Faktor-faktor yang dapat menggambarkan masih rendahnya tingkat kesehatan di Indonesia adalah:
1. Banyaknya lingkungan yang kurang sehat.
2. Penyakit menular sering berjangkit.
3. Gejala kekurangan gizi sering dialami penduduk.
4. Angka kematian bayi tahun 1980 sebesar 108 per 1000 bayi dan tahun 1990 sebesar 71 per 1000 kelahiran bayi.
Masalah gizi yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah:
- kekurangan vitamin A
- kekurangan kalori protein
- kekurangan zat besi
- gondok
Usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas kesehatan penduduk Indonesia yaitu:
1. Melaksanakan program perbaikan gizi.
2. Perbaikan lingkungan hidup dengan cara mengubah perilaku sehat penduduk, serta melengkapi sarana dan prasarana kesehatan.
3. Penambahan jumlah tenaga medis seperti dokter, bidan, dan perawat.
4. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.
5. Pembangunan Puskesmas dan rumah sakit.
6. Pemberian penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.
7. Penyediaan air bersih.
8. Pembentukan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), kegiatan posyandu meliputi:
- Penimbangan bayi secara berkala
- Imunisasi bayi/balita
- Pemberian makanan tambahan
- Penggunaan garam oralit
- Keluarga berencana
- Peningkatan pendapatan wanita
9. B. Hubungan Pendapatan Nasional, Penduduk dan Pendapatan Perkapita
10. Pendapatan nasional pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan masyarakat suatu negara. Tinggi rendahnya pendapatan nasional akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita negara yang bersangkutan. Akan tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatu negara.

Untuk lebih memperjelas, perhatikan tabel di bawah ini!

11. Dari tabel 1.1 di atas, nampak jelas bahwa India yang memiliki PDB per tahun US $ 427.407.000.000,00 hanya mendapatkan pendapatan per kapita US $ 440,00. Lain halnya dengan Singapura yang mendapatkan PDB per tahun US $ 95.453.000.000,00 ternyata pendapatan per kapitanya US $ 30.170,00. Mengapa demikian?
12. Ternyata tingginya pendapatan nasional suatu negara, tidak menjamin pendapatan per kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena faktor jumlah penduduk juga sangat menentukan tinggi rendahnya pendapatan per kapita.
13. Bank Dunia (World Bank) telah mengelompokkan negara-negara menjadi 5 kelompok berdasarkan tinggi rendahnya pendapatan per kapita.
1. Kelompok Negara Berpendapatan Rendah (Low Income Economies), yaitu negara-negara yang memiliki PNB per kapita US $ 520,00 atau kurang.
2. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah Bawah (Lower – Middle Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 521,00 sampai US $ 1.740,00.
3. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah (Middle Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 1.741,00 sampai US $ 2.990,00.
4. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah Tinggi (Upper – Middle Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 2.991,00 sampai US $ 4.870,00.
5. Kelompok Negara Berpendapatan Tinggi (High Income Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 4.871,00 sampai US $ 25.480,00 bahkan lebih.
14. Jika sampai tahun 1999 pendapatan per kapita Indonesia sebesar US $ 640,00, berdasarkan pengelompokkan Bank Dunia tersebut, Indonesia termasuk kelompok negara mana? Pasti Anda akan menjawab, Indonesia baru masuk ke dalam kelompok negara yang berpendapatan menengah bawah.
15. Kapankah Indonesia akan masuk ke dalam kelompok negara berpendapatan tinggi? Jawabannya tentu kembali kepada usaha bangsa Indonesia untuk senantiasa meningkatkan kualitas sumber daya manusianya dan dalam menyukseskan program keluarga berencana. Sebab, hanya manusia yang berkualitas yang bisa menghasilkan produk (barang dan jasa) yang berkualitas dalam jumlah yang banyak, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan nasional. Kemudian, laju pertumbuhan penduduk bisa dikurangi dengan program keluarga berencana. Akibatnya pertumbuhan pendapatan nasional bisa lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Cara inilah yang bisa meningkatkan pendapatan per kapita.
16. Perhatikan grafik dari PNB per kapita Indonesia pada tahun 1995 – 1998 di bawah ini!
17.
18. Bila grafik di atas dianalisa, sampai tahun 1997 PDB per kapita Indonesia mengalami kenaikan, sedangkan tahun 1999 mengalami penurunan. Mengapa demikian? Pasti Anda tahu jawabannya. Pada tahun 1998, Indonesia khususnya mengalami krisis multi dimensi yang sangat hebat, dimulai dengan krisis ekonomi yang ditimbulkan krisis moneter. Akibatnya produk menurun dan akhirnya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita pun ikut turun. Bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana sehingga pengangguran bertambah banyak.
BEDA
Keterbatasan sumber daya ekonomi dalam negeri mengakibatkan pemerintah harus mendatangkan sumber daya modal dari negara-negara lain. Indonesia kembali terjerat utang?
Mengatasi ketertinggalan dari negara-negara maju sangat mutlak dilakukan bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Caranya dengan mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonomi. Namun, itu tidak semudah membalik telapak tangan. Apalagi, kemampuan negara-negara berkembang untuk menggerakkan roda ekonomi sangat terbatas, baik dari sisi sumber daya manusia produktif maupun sumber daya modal. Ketersediaan sumber daya modal sering menjadi kendala utama.
Belum lagi lemahnya kemampuan partisipasi swasta domestik dalam pembangunan ekonomi, mengakibatkan pemerintah harus mengambil peran sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi nasional. Pemerintah harus fokus dalam strategi pembangunan ekonomi untuk meningkatkan laju pertumbuhan yang relatif tinggi dari tahun ke tahun. Sebuah tuntutan yang tidak mudah.
Sebab, tidak jarang tuntutan itu melebihi kemampuan dan daya dukung pemerintah serta sumber daya ekonomidalamnegeriyangtersedia. Khususnya dalam soal daya dukung sumber daya modaltadi. Akibatnya, pemerintah harus mendatangkan sumber daya modal dari negara-negara lain yang umumnya datang dari negara-negara maju. Wujudnya bisa beragam, mulai penanaman modal asing (direct invesment), berbagai bentuk investasi portofolio (portfolio invesment) hingga pinjaman luar negeri (utang).
Tidak semuanya diberikan sebagai bantuan cuma-cuma. Ada berbagai konsekuensi, baik yang bersifat komersial maupun politis. Pada satu sisi, datangnya modal dari luar negeri tersebut dapat digunakan untuk mendukung program pembangunan nasional pemerintah sehingga target pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat meningkat.
Namun, di sisi lain, diterimanya modal asing itu dapat menimbulkan berbagai masalah dalam jangka panjang, baik ekonomi maupun politik, bahkan pada beberapa negara berkembang menjadi beban yang seolah-olah tak terlepaskan, yang justru menyebabkan berkurangnya tingkat kesejahteraan rakyatnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan rasio jumlah utang luar negeri terhadap nominal produk domestik bruto (PDB) tahun ini mencapai 12%.
”External debt to GDP ratio tahun ini diperkirakan 12%,sementara total rasio utangnya (termasuk utang dalam negeri) mencapai 33% pada akhir 2008,” tutur Sri Mulyani. Langkah pemerintah menambah penarikan utang ibarat memakan buah simalakama. Dimakan mati ayah, jika tak dimakan mati ibu. Padahal, awal 2007 lalu pemerintah telah memutuskan hubungan ”mesra” Consultative Group on Indonesia (CGI).Tujuannya untuk mengurangi tingkat ketergantungan Indonesia.
Namun, karena keterbatasan sumber daya modal dalam negeri tadi, mau tak mau pemerintah akhirnya harus mengambil kebijakan itu. Terlebih, saat ini Indonesia harus menghadapi perlambatan ekonomi global dan krisis ekonomi Amerika Serikat. Hal ini membuat pemerintah harus ”mengutak-atik” APBN agar laju pertumbuhan tidak terjun bebas. Dalam APBN 2008, untuk pembayaran pokok utang luar negeri yang semula dianggarkan Rp59,7 triliun akhirnya direvisi menjadi Rp 61,3 triliun.
Pembayaran bunga utang sebesar Rp91,5 triliun. Total pembayaran angsuran pokok dan bunga utang keseluruhan berjumlah Rp 152,8 triliun. Nilai pengeluaran untuk membayar utang itu hampir dua kali lipat defisit APBN 2008, yang tadinya dipatok sebesar Rp 73,3 triliun. Meski begitu, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) beberapa waktu lalu mencatat, ada indikasi potensi surplus pinjaman proyek sebesar USD105 juta.
Hal ini terindikasi setelah rampungnya 11 proyek yang dibiayai sebelum berakhirnya masa pinjaman. Ke-11 proyek tersebut berasal dari lima departemen dan satu BUMN, yakni 3 proyek di Departemen Kesehatan, 2 proyek di Depdiknas, 2 proyek di Departemen Pekerjaan Umum, 2 proyek di Departemen Kelautan dan Perikanan, 1 proyek di Depdagri, serta 1 proyek di PT PLN (persero). (thomas pulungan/ faizin aslam/yani a)

3 komentar: